Degh...
“apa salahku sehingga kau menampakkan wajah seperti itu kepadaku????”
“ekspresi”
itu lagi.
Jujur
saja aku sangat tak suka melihat “ekspresi” itu muncul di wajah teduhnya.
Benar-benar tidak menyenangkan.
‘kakak,
tolong tersenyumlah seperti biasa’ batinku.
Pagi
itu sungguh adalah pagi yang sangat cerah. Sama seperti pagi-pagi sebelumnya
yang ku lewati di sekolah ‘kecil’ ku. Langit cerah, matahari pagi yang hangat
dan kicauan burung-burung pipit menambah semangat pagi itu.
Tapi
kenapa???
Kenapa
‘ekspresi’ itu muncul disaat yang lain datang dengan wajah cerah dan ceria
mereka??? Entahlah. Mungkin hanya dia dan Allah lah yang tahu.
Aku
mencoba menyapanya walaupun aku tahu pasti tanggapan yang aku terima tak akan
seperti yang aku inginkan. Aku hafal itu.
“Assalamu’alaikum
mbak....” Sapaku dengan senyum 3 3 2 ku.
“Wa’alaikumsalam
warahmatullah dek” jawabnya dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
Bagaimana
aku tahu bahwa itu senyum yang dipaksakan? Sekali lagi ku tegaskan, aku sangat
suka ketika bertemu dengannya salah satu alasannya adalah senyum tulusnya yang
selalu terkembang di wajah teduhnya. Maka dari itu aku tahu mana senyum
tulusnya, mana yang senyum dipaksakan. Karena dua macam senyum itu terlihat
sangat sangat berbeda saat terlukis di wajah manisnya.
Aku
Suka Melihat Wajah Teduh dan senyum Manisnya.
Setiap
kali bertemu dengan kawan lain, senyum itu tak pernah lepas dari bibirnya. Baik
ketika bertemu di kampus, di kantin, di jalan, di ruang dosen, di masjid atau
dimanapun kita betemu. Wajahnya teduh dan menenangkan. Wajahnya tak secantik
mbak Andin yang menjadi primadona kampus. Wajahnya juga tak semenawan mbak
Marsya yang menjadi model sebuah produk kecantikan. Wajahnya hanya manis. Tapi
semua orang akan setuju bahwa dia akan lebih manis dan cantik dari mbak-mbak
super cantik lainnya ketika senyum sudah terukir di bibirnya. Wajah teduh yang
menyenangkan. Begitu lah aku dan kawan-kawanku menyebutnya.
Tapi,
Aku hafal dan sangat hafal sekali
Aku hafal dan sangat hafal sekali
Jika
‘ekspresi’ itu sudah terlukis di wajahnya bisa dipastikan bahwa sedang ada
sesuatu yang mengganggu pikirannya. Baik itu masalah yang kecil atau pun
masalah yang berat.
Ahhh....
Tentang
yang satu ini aku tak pernah berhasil mengungkapnya. Tidak satupun. Kadang aku
merasa gagal menjadi teman jika sudah seperti ini. Namun perasaan bersalah ku
akan segera sirna ketika ku lihat senyum terukir lagi di wajah indahnya di hari
berikutnya.
Seperti
kali ini, aku tak berani untuk menanyakan hal itu. Perihal penyebab dari
munculnya ‘ekspresi’ yang-jujur- sangat tak ku sukai. Karena aku yakin pasti
dia hanya akan tersenyum tipis dan berkata:
“gak ada apa-apa kok.”
Setelah
beberapa kali bertanya, aku sudah mulai terbiasa dengan kepribadiannya.
Iya...
mungkin dia adalah tipe orang dengan kepribadian introvert yang tidak suka
mengumbar permasalahan baik yang bersifat pribadi atau bukan kepada orang lain.
Dia akan memendamnya sendiri selama beberapa hari. Baru setelah beberapa waktu
berlalu, dia akan kembali lagi dengan senyuman yang menghiasi wajah manisnya.
Entahlah...
aku tak tahu apakah masalah yang dihadapi sudah terselesaikan ataukah belum.
Yang pasti aku senang sekali ketika sudah menemukan senyum lagi di wajahnya
dihari-hari berikutnya.
Apakah
ada yang penasaran dengan ‘ekspresi’ bagaimanakah yang aku maksud??
Ekspresi
itu adalah sebuah penampakan anggota wajah yang sungguh sangat-sangat tidak
enak dipandang dan sangat tidak pantas diterapkan di wajah manisnya, yaitu
sebentuk wajah datar tanpa ekspresi yang seolah-olah mengintimidasi dan
memaksamu berpikir,
“apa salahku sehingga kau menampakkan wajah seperti itu kepadaku????”
Hadeeehhh........
(-_-)
Jika
‘ekspresi’ itu sudah muncul di wajah manisnya aku hanya bisa tersenyum dan
berkata dalam hati
“Tersenyumlah
kakak.... sungguh senyum di wajahmu sangat menyejukkan dibanding wajah tanpa
ekspresi itu yang mampu membunuhku pelan-pelan”